Komisi Pelayanan Pemuda dan Mahasiswa (KPPM) Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Jemaat Dawarblandong

Sejarah GKJW Jemaat Dawarblandong

Dawarblandong adalah sebuah kecamatan paling utara dari Kabupaten Mojokerto, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Gresik dan Lamongan. Awalnya kecamatan ini tidak ada yang percaya kepada Tuhan Yesus, atau dengan kata lain tidak ada yang beragama Kristen. Jangankan beragama, mulanya di daerah ini hanya ada aliran kepercayaan. Tetapi ada satu orang guru yang beragama Kristen, beliau bernama Matius. Beliaulah orang Kristen pertama yang ada di Dawarblandong. Beliau mengenal salah seorang yang ada di Desa randegan, Pak Radjiman namanya. Yang kemudian menjadi Percaya pada Yesus, dan berawal dari beliau-beliaulah lahir gereja-gereja di Dawarblandong, yang berawal dari Desa Randegan.

A.Lahirnya Kelompok Randegan
Kelompok Randegan adalah cikal bakal dari Jemaat Dawarblandong, karena kelompok randegan adalah kelompok yang pertama kali lahir. Dimulai dari seorang yang bernama Radjiman. Bapak Radjman adalah seorang yang kaya dan juga mantan perangkat desa. Dengan kekayaannya, ternyata beliau selalu hidup menuruti hawa nafsunya, bersenang-senang, mabuk, dan berjudi.
Karena gaya hidup yang demikian, kekayaan yang dimilikinya habis dan jatuh miskin, dan bahkan rumahnya pun tidak terawat lagi. Di tambah dengan sakit-sakitan, sakit yang dideritanya sulit disembuhkan. Ditengah keterpurukan inilah Pak Matius, datang berkunjung ke rumah Pak Radjiman. Tanpa disangka-sangka, tiba-tiba Pak Radjiman bertanya tentang ke Kristenan kepada Pak Matius. Tetapi Pak Matius tidak memberi penjelasan. Sebagai jawaban, Pak Matius memberikan kitab suci kepada Pak Radjiman untuk dipelajari dan direnungkan secara pribadi.
Rupanya Roh Kudus bekerja, Melalui Kitab suci yang diberikan Pak Matius tadi, pak Radjiman mengetahui banyak mujizat yang terjadi. Saat itu, di desa Randegan terjadi kekeringan pada musim kemarau. Tidak hanya di randegan, umumnya daerah dawarbandong memang daerah yang kering. Pada saat paceklik, Pak Rajiman mempunyai tanaman yang diharapkan tumbuh dengan baik agar dapat menyambung hidupnya. Tanaman brambang (Bawang Merah) adalah tanaman yang sangat diharapkan Pak Radjiman untuk hidupnya. Tapi ternyata, tanaman yang sangat diharapkan itu pun menjadi kering dan hampir mati karena kekeringan yang terjadi. Di tengah kekecewaan yang demikian, ternyata Pak Radjiman punya iman karena membaca dan mengetaahui mujizat-mujizat yang terjadi dalam Kitab yang dibacanya. Pak Radjiman spontan ke tegal (ladang) dimana Brambangnya ditanam. Sambil menggosok-gosok daun Brambang yang mengering, Pak Radjiman berdoa “Gusti, brambang kulo paduko gesangaken” (Tuhan, bawang merah saya kiranya Tuhan sehatkan). Dengan ketulusannya, ternyata doa yang sangat sederhana itu di jawab Tuhan. Pada malam harinya, hujan turun dan tanaman itu menjadi tanaman yang terbaik di daerah itu.
Setelah mengetahui mujizat terjadi padanya, Pak Radjiman mendesak Pak Matius untuk menjelaskan ke Kristenan kepadanya. Seperti sebelumnya, Pak Matius tidak dapat menjelaskan. Kali ini Pak Matius menghubungi Pak Listijowardoyo yang saat itu menjadi penilik di sekolahnya, yang kebetulan beragama Kristen juga. Melalui Pak Listijowardoyo keinginan Pak Radjiman ini disampaikan ke GKJW jemaat Mojokerto.
Pada bulan Desember 1960, Bapak Loekas Arpasat selaku Majelis Jemaat, yang ditemani Bapak Suyono Ramelan dan Bapak Sutoyo di utus Jemaat Mojokerto untuk ke Dawarblandong untuk meayani Bapak Radjiman.
Bertempat di rumah Pak Matius, mereka menginjili Pak Radjiman. Bukan kebetulan juga Mantri Kesehatan yang bernama Bapak Marsaid juga beragama Kristen, dan selanjutnya rumah Pak Marsaid dijadikan pos oleh pengabar-pengabar injil dari Mojokerto untuk pengabaran injil di Dawarbalndong.
Pak Radjiman menyampaikan juga pemberitaan injil itu kepada teman-temannya. Pada bulan Desember tahun 1991, petugas Injil dari Mojokerto datang lagi ke Randegan untuk merayakan Natal bersama. Natal bersama itu dilaksanakan di rumah Kepala Desa Randegan. Yang hadir dari Jemaat Mojokerto adalah Bapak Loekas Arpasat, Bapak Ngali, Bapak Noeroso, Bapak Listijowardoyo dan Bapak slamet Kartono. Warga kampung juga ikut merayakan Natal bersama tersebut. Setelah Firman disampaikan langsung di adakan penawaran untuk menerima Yesus sebagai Tuhan dan juru selamat secara pribadi. Ada 14 orang yang mengangkat tangan, pertanyaan di ulang sampai 3 kali dan mereka tetap 14 orang tersebut mengangkat tangan. Sejak saat itu setiap hari sabtu, diadakan katekisasi di rumah Bapak Matius. Pada tanggal 2 Juni 1963, di adakan Babtisan di Mojokerto. Tapi yang dibaptis hanya 8 orang sisanya tidak ikut di babtis, karena beberapa tidak di ijinkan orang tuanya.
Meskipun orang-orang tersebut telah di babtis, setiap hari sabtu tetap di adakan kebaktian. Bahkan Pekabaran Injil (PI), semakin luas ke daerah Balong Tunjung (saat ini menjadi Pepanthan (kelompok) dari GKJW Jemaat Gresik).
Pada 1962 Bapak Marsaid pindah dari Dawarblandong, dan digantikan oleh Bapak sumantri. Tetapi 4 bulan kemudian digantikan ole Bapak Sigit Mertoadi, bukan kebetulan juga kalau beliau adalah orag Kristen. Karena semakin banyak orang yang percaya, maka dibutuhkan tempat untuk beribadah. Dan Tahun 1968 berdasarkan persetujuan bersama, didirikanlah rumah untuk beribadah (Gereja) dengan dinding dari bambu di desa Randegan. Pada tahun 1980, rumah kebaktian tersebut dipugar dan diganti dengan dinding dari batu bata.

B.Lahirnya Kelompok Klanting (Sekarang Menjadi GKJW Jemaat Klanting)
Berkat karya Roh Kudus, orang percaya semakin banyak dan menyebar sampai ke Klanting. Bapak Sigit Mertoadi yang di bantu Ibu Sigit Mertoadi, selalu aktif mengadakan Pekabaran Injil ke daerah Klanting. Cara mereka dalam memberitakan Injil tidak hanya dengan memberikan penjelasan tetapi dengan perbuatan mereka, dalam hal ini Ibu Sigit, meskipun bukan seorang Bidan, tetapi dengan kemampuan yang diberikan Tuhan beliau membantu orang melahirkan.
Pada suatu hari anak Pak Pardjo akan melahirkan dan mengalami kesulitan pada proses melahirkannya, Pak Pardjo telah lama mengenal Bapak Sigit. Pada saat itulah Pak Pardjo memanggil Bu Sigit untuk meminta bantuan supaya membantu proses kelahiran cucunya. Tanpa berpikir panjang, Ibu Sigit langsung datang ke rumah Pak Pardjo. Sebelum melaksanakan tugasnya, Ibu Sigit mengajak keluarga Pak Pardjo untuk berdoa terlebih dahulu, supaya Tuhan sendiri yang bekerja dan memberi pertolongan. Setelah berdoa, Ibu Sigit memulai tugasnya dan tidak lama kemudian anak Pak Pardjo melahirkan dengan selamat dan lancar. Melihat kejadian itu, Pak Pardjo merasa heran dan bertanya kepada Ibu Sigit, dengan kuasa apa sehingga anaknya bisa melahirkan dengan selamat. Pertanyaan itu di jawab Ibu Sigit, bahwa itu semua hanya karena kuasa Tuhan Yesus. Mendengar jawaban tersebut, Pak Pardjo menjadi penasaran dan ingin tahu lebih jauh dan ingin menjadi Kristen. Setelah itu Pak Pardjo segera mendapat palayanan katekisasi. Pada saat Katekisasi, ternyata tetangga Pak Pardjo juga ikut. Mereka antara lain, Pak Rembyong, Pak Sujak, Mak Abyor, dan beberapa lainnya.
Pelayanan katekisasi ersebut di bantu Bapak Sigit Mertoadi. Pada tanggal 30 Agustus 1964, Pak Pardjo bersama rekan-rekannya yang telah mengikuti katekisasi di babtis di GKJW Mojokerto. Dengan babtisan tersebut bertambah orang percaya di Klanting, dan mengadakan kebaktian di rumah Pak Pardjo.
Pak Radiman, seorang Kristen yang menjabat mantri kesehatan di Kecamatan Balongpanggang (Kab. Gresik), setelah mendengar bahwa ada kebaktian setiap hari Minggu di rumah Pak Pardjo Pak Radiman juga ikut aktif kebaktian setiap hari Minggu di Klanting.
Warga Klanting lama kelamaan ingin mempunyai rumah kebaktian sendiri. Kemudian atas bimbingan Pak Sigit dan Pak Radiman, berdirilah rumah ibadah di Desa Dapet, Kecamatan Balongpanggang pada Tahun 1965. Tetapi setelah G-30-S PKI meletus rumah ibadah itu dipindah lagi ke Klanting, dengan keaktifan warga Klanting, akhirnya warga kristen berkembang sampai ke Pulorejo.

C.Lahirnya Kelompok Pulorejo
Setelah timbul peristiwa G-30-S/PKI, berdiri pemerintahan baru yaitu Orde Baru, yang dipimpin Presiden Soeharto. Seperti kita ketahui, bahwa paham komunis adalah paham yang tidak mengakui adanya Tuhan. Maka pada pertengahan tahn 1967, peerintah menganjurkan kepada seluruh warga negara Indonesia hendaknya beragama. Dengan adanya anjuran tersebut, penduduk dusun Sidobecik merasa kebingungan, karena pada waktu itu banayk dari mereka belum memeluk agama. Ada tokoh masyarakat yang bernama Pak Langsi atau Pak Serun, beliau adalah tokoh yang sangat dihormati di Sidobecik. Pak Serun adalah anggota dan pengurus aliran Ilmu Sejati. Setelah mendengar anjuran pemerintah tersebut, beliau ingin sekali menjadi orang yang beragama, terlebih setelah tahu bahwa aliran Ilmu Sejati ukanah suatu agama. Akhirnya Pak Langi/Pak Serun pergi ke rumah Pak Suyudi, beliau adalah Kepala Desa Pulorejo, yang kebetulan juga beliau adalah pengurus aliran Ilmu Sejati. Bahkan rumah mereka merupakan tempat wiridan bagi aliran Ilmu Sejati. Maksud kedatangan Pak Langsi ke rumak Pak Suyudi adalah untuk membicarakan agama apa yang akan mereka pilih. Secara spontan Pak Suyudi memberikan jawaban dengan kebijaksanaannya: “Kalau kita memilih Islam, marilah kita membua Langgar (Mushola), tetapi kalau kita memilih agama Kristen, malam ini juga kita perlu datang ke rumah Bapak Sigit Mertoadi untuk mendapat penjelasan.
Ternyata keputusan yang mereka ambil pada malam itu adalah pergi ke rumah Bapak Sigit Mertoadi. Setelah sampai di rumah Pak Sigit, mereka (Pak Suyudi dan Pak Langsi/Pak Serun) langsung menyampaikan maksud kedatangan mereka, yaitu untuk bertanya mengenai cara masuk aama Kristen. Dengan senang hati, malam itu juga Pak Sigit memberi penjelasan mengenai agama Kristen kepada Bapak Suyudi dan Bapak Langsi/Pak Serun. Setelah mereka puas dengan penjeasan Pak Sigit, mereka pulang ke rumah masing-masing.
Kedatangan Pak Langsi di dusun Sidobecik langsung disambut kawan-kawannya yang sudah lama menunggu untuk mendapatkan penjelasan tentang hasil pertemuannya. Pada malam itu Pak Langsi memberikan penjelasan hasil dari pertemuannya dengan Pak Sigit kepada kawan-kawannya. Dengan tegas Pak Langsi mengatakan kepada kawan-kawannya, “Aku mau masuk agama Kristen, dan besuk Minggu aku akan melihat orang sembahyang di gereja Klanting.
Peristiwa tersebut tidak hanya terjadi di dusun Sidobecik, tetapi di dusun Sidokerto. Bapak Prawirodiharjo dia juga tokoh aliran Ilmu Sejati, beliau juga membutuhkan penjelasan dari Bapak Sigit. Seingga beliau juga datang ke rumah Pak Sigit untuk bertanya bagaimana cara masuk Kristen. Hal ini diterima baik oleh Pak Sigit, dan terus memberikan penjelasan dan bimbingan.
Selang beberapa hari setelah mendapat penjeasan tentang agama Kristen, Pak Suyudi pergi ke Surabaya naik mobil. Di tengah perjalanan, mobil yang dinaiki Pak Suyudi mengalami kecelakaan, mobil tersebut bertabrakan. Pada waktu terjadi tabrakan tersebut, Pak Suyudi merasa di pegan oleh orang berbaju Putih. Dari tabrakan tersebut, anehnya hanya Pak Suyudi yang selamat tanpa mengalami luka atau cedera sedikit pun, sedangkan penupang yang lain mengalami luka-luka. Setelah Pak Suyudi pulang, beiau menceritakan semua peristiwa yang di alaminya kepada Pak Sigit. Bapak Sigit menjelaskan bahwa orang yang berbaju putih itu tiada lain adalah Tuhan Yesus Sendiri. Mendengar itu, Pak Suyudi semakin mantap kepercayaannya kepada Tuhan Yesus. Beliau kemudian mengikuti katekisasi, bahkan sangat rajin mengikuti katekisasi sampai beliau di babtis.
Hari Minggu yang diharapkan Pak Langsi pun tiba. Pak Langsi berangkat ke gereja Klanting. Setelah sampai di gereja, ia heran karena yang datang ke gereja tidak hanya beliau sendiri, tetapi kawan-kawannya juga ikut ke gereja. Hari Minggu berikutnya, yang datang ke gereja Klanting ternyata bertambah banyak. Bahkan hampir seluruh warga Dusun Sidobecik masuk gereja Klanting. Mengenai pelayanan, untuk selanjutnya, pelayanan di gereja Klanting tidak hanya dilayani oleh Pak Sigit, tetapi juga petugas-petugas dari GKJW Jemaat Mojokerto.
Beberapa Minggu sebelum babtisan, muncul berbagai fitnahan dan ejekan, sehingga warga yang belum begitu mendalam pengetahuannya tentang ajaran keKristenan karena kurang katekisasi, akhirnya banyak dari mereka yang menyatakan tidak ikut di babtis. Tanggal 19 November 1967, untuk pertamakalinya di adakan babtisan di gereja Klanting, termasuk Pak Langsi/Pak Serun dan kawan-kawannya.
Mengingat perkembangan dan melihat jarak antara dusun Sidobecik dan Klanting cukup jauh (± 2 Km). Maka warga Kristen di Dusun Sidobecik mempunyai keinginan untuk mendirikan gereja sendiri. Pendapat ini mendapat dukungan dari Pak Sigit dan Pak Suyudi. Setelah warga dapat membeli tanah milik Pak Jopuro Arum, Bapak Suyudi memberikan rumahnya bekas gedung tenun untuk digunakan sebagai tempat kebaktian. Pendirian rumah kebaktian tersebut ditangani oleh Pak Sigit dan dibantu warga Kristen lainnya.
Di tengah pembangunan, Pak Sigit Mertoadi dipindahkan, beliau dipindahkan ke Kabupaten sebagai Mantri Kesehatan. Sebagai gantinya adalah Bapak Hanityo, bukan kebetulan kalau beliau juga warga Kristen. Melihat pembangunan yang belum selesai, Pak Hanityo pun ikut aktif membantu melanjutkan pembangunan sampai selesai. Setelah gereja berhasil didirikan, datanglah cobaan sehingga muncul suatu pernyataan bahwa orang Kristen yang meninggal tidak boleh di makamkan di makam desa. Tetapi Roh Kudus tetap menyertai warga Kristen. Dengan adanya pernyataan tersebut, agar warga tetap tenang, Bapak Langsi dengan senang hati menyerahkan sebidang tanah pategalan untuk dijadikan makam Kristen.
Demikianlah dengan perkembangan yang baik, terbentuklah kelompok Pulorejo, karena gereja didirikan di pusat desa Pulorejo.

D.Lahirnya Kelompok Manyarsari
Seperti yang telah terurai di atas, bahwa perkembangan agama Kristen semakin meluas. Yang semuanya hanya berkat karya Roh Kudus. Demikian pula dengan desa Manyarsari. Berawal dari seorang petugas PKBD desa Manyarsari yang sering ke kantor kesehatan, pada waktu itu yang menjadi Mantri kesehatan adalah Bapak Marsaid. Pada suatu malam, datanglah Pak Paku ke rumah Bapak Marsaid karena ada urusan kesehatan. Kebetulan saat itu di rumah Pak Marsaid sedang diadakan sarasehan dengan bapak Duryat, selaku Babinsa Dawarblandong yang diikuti petugas dari Mojokerto. Antara lain: Bapak Loekas Arpasat, Bapak Ngali, Bapak Slamet. Pada waktu itu bapak Duryat masih belum masuk agama Kristen. Setelah Pak Paku mengetahui bahwa ada pertemuan, Pak Paku tidak berani masuk tetapi hanya mendengarkan di balik pintu.
Ketika Pak Paku sedang asyik mendengarkan sarasehan tersebut, keluarlah Pak Slamet membuka pintu di mana Pak Paku berada. Setelah Pak Slamet mengetahui, Pak Paku kemudian di ajak masuk ke dalam. Secara tak langsung, pada malam itu juga Pak Paku menerima pemberitaan Injil.
Sepulang dari rumah Pak Marsaid, Pak Paku menceritakan peristiwa yang di alaminya tersebut kepada Pak Rai Budi Santoso, beliau adalah pegawai ju cacar Dawarblandong. Akhirnya kedua orang tersebut menerima pemberitaan Injil dan enjadi Percaya.
Kemudian pada tanggal 7 Maret 1965, Pak Paku dan Pak Rai dibabtis di GKJW Jemaat Mojokerto. Demikian juga dngan Pak Duryat, setelah menerima pemberitaan Injil beliau juga akhirnya menjadi percaya dan masuk agama Kristen.
Pemberitaan Injil tidak hanya berhenti pada Pak Paku dan Pak Rai. Tetapi karena gerak Roh Kudus, Pak Paku dan Pak Rai menceritakan segala yang dialaminya kepada Bapak Joyokarso kepala Desa Manyarsari dan Pak Carik. Walaupun pemberitaan Injil tersebut kurang smpurna, tetapi karena Roh Kudus turut bekerja, Pak Joyokarso (Kades) dan Pak Carik tertarik dan mau menerima dan bahkan minta segera dilayani katekisasi.
Pada tanggal 19 November 1967 diadakan babtisan warga baru dari Manyarsari bersama-sama dengan warga baru dari Kalanting, baptisan dilakukan di gereja Klanting. Mengingat semakin bertambahnya warga Manyarsari yang masuk Kristen, maka warga Manyarsari ingin mengadakan ibadah sendiri setiap Minggu. Hal ini diterima baik, sehingga setiap hari Minggu warga Manyarsari mengadakan ibadah sendiri yang bertempat di rumah Bapak Joyokarso Kades Manyarsari. Atas usaha keras warga Manyarsari, pada tahun 1974 warga Manyarsari sudah dapat mendirikan gereja sendiri. Demikianlah lahir kelompok Manyarsari, karena gereja berada di Desa Manyarsari.

E.Lahirnya Kelompok Banyulegi
Salah seorang bernama Pak Satiman dari desa Banyulegi, adalah penganut Ilmu Sejati. Karena itu Pak Satiman sering berhubungan dengan bapak Suyudi. Setela mengetahui bahwa Pak Suyudi masuk agama Kristen, akhirnya Pak Satiman ingin masuk agama Kristen juga.
Dengan datangnya Bapak Jaelan, warga kelompok Manyarsari yang pindah ke Banyulegi, Pak Satiman semakin mantap imannya. Kedua orang tersebut lalu aktif mengabarkan Injil Tuhan, terutama mendatangi orang-orang yang sedang sakit. Dengan kuasa Tuhan sendiri orang-orang yang sakit bisa disembuhkan. Peristiwa tersebut menjadi sebab kenapa banyak warga Banyulegi minta dilayani katekisasi.
Pelayanan katekisasi berjalan dengan baik dan lancar sampai diadakan baptisan. Sementara kebaktian, warga Banyulegi masih ikut ke gereja Klanting. Mengingat makin meningkatnya jumlah warga Kristen Banyulegi, maka atas persetujuan bersama, warga Banyulegi mengadakan kebaktian sendiri setiap hari Minggu yang bertempat di rumah Bapak Jasmo, sekitar tahun 1974. karena setiap tahun warga semakin bertambah, pada akhir tahun 1981 kelompok Banyulegi mendirikan gereja sendiri. Dengan demikian berdirilah gereja kelompok Banyulegi.



Demikianlah perkembangan keompok-kelompok warga Kristen yang ada di daerah Dawarblandong. Karena Roh Kudus terus bekerja, warga Kristen di Dawarblandong semakin meningkat. Serta berkat kerja keras para pelayan dan semua warga Kristen di Dawarblandong yang berlandaskan Firman Tuhan. Walaupun penuh rintangan dan cobaan, namun Tuhan tetap bekerja dan menyertai umatNya, dan akhirnya lahirlah Capas Dawarblandong (Calon Pasamuan/Jemaat Dawarblandong). Atas berkat Tuhan, akhrirnya pada tanggal 25 Oktober 1981, Capas Dawarblandong diresmikan oleh Majelis Agung menjadi GKJW Pasamuan/Jemaat Dawarblandong, Dengan induk berada di Pulorejo.

kritik dan saran

kami dapat dihubungi di sini:

Facebook: kppm.dawar@gmail.com

kritik dan saran bisa di kirim ke: kppm.dawar@gmail.com

Kritik dan saran yang membangun, sangat kami butuhkan untuk kemajuan dan demi kebaikan kita bersama....
GBU

SELAMAT DATANG.........

ini adalah blog'e arek KPPM GKJW Jemaat dawarblangdong

salam persaudaraan dari kami,

GKJW Jemaat Dawarblandong atau lebih sering disebut GKJW Dawar, adalah sebuah jemaat kecil yang ada di sebelah utara kabupaten Mojokerto. Tepatnya di Dsn. Sidokerto, Ds. Pulorejo, Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto.

Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari saudara semua.
Kritik dan saran dapat dikirim melalui E-mail: kppm.dawar@gmail.com

Terima Kasih telah berkunjung ke sini.
Tuhan Memberkati

Jadwal Ibadah

Ibadah Pemuda GKJW Jemaat Dawarblandong

Ibadah Rutin:
Setiap Sabtu Pukul 19.00 WIB


Ibadah Gabungan "PD Gihon"
Sabtu Pukul 18.00 (2 Bulan Sekali)