Komisi Pelayanan Pemuda dan Mahasiswa (KPPM) Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Jemaat Dawarblandong

SERI PENDALAMAN ALKITAB YAKOBUS (30) - Celakalah Hai Kamu yang Kaya

oleh Pendeta Jeremiah

Hari ini akan membahas Yak 5: 1-6 bersama-sama. Di dalam perikop ini, Yakobus menyampaikan kecaman serius kepada orang-orang kaya. Dia bukan sekadar mengungkapkan dosa-dosa mereka; dia juga berkata bahwa Allah akan menghakimi dosa-dosa mereka. Siapakah orang orang kaya yang ditegur ini? Orang orang Kristen di gereja atau orang orang yang tidak percaya? Banyak penafsir Alkitab yang berpendapat bahwa orang-orang kaya yang dimaksudkan di sini bukanlah orang-orang percaya karena Yakobus tidak menyebut mereka dengan sapaan saudara seiman. Tentu saja, sangat sulit bagi kita untuk memastikan apakah mereka orang percaya atau bukan. Namun satu hal yang pasti adalah bahwa surat dari Yakobus ini ditujukan kepada jemaat. Seperti surat-surat Paulus yang dibacakan di depan jemaat, surat dari Yakobus juga dibacakan keras-keras di depan jemaat di gereja. Surat-surat dari para rasul itu tidak dikirimkan kepada orang-orang non-Kristen. Jika kita adalah orang orang percaya, maka kita wajib memperhatikannya.

Setiap kali kita membaca Alkitab, kita tidak boleh mematok bahwa firman dalam Alkitab itu ditujukan kepada pihak pihak tertentu. Sebagai contoh, ada orang yang berpendapat bahwa suatu firman ditujukan kepada orang Yahudi, dan ada pula firman yang ditujukan kepada orang-orang yang tidak percaya, jadi firman-firman yang semacam itu tidak berkaitan dengan orang Kristen. Akibatnya setiap firman yang tidak enak didengar lalu dianggap sebagai firman yang ditujukan kepada orang Yahudi dan orang yang tidak percaya, sedangkan firman yang berisi janji serta berkat dianggap ditujukan kepada orang Kristen. Saya rasa ini mungkin merupakan salah satu penyebab mengapa orang kaya di sini dianggap bukan orang Kristen. Banyak orang merasa bahwa Yak 5:1-6 ditujukan kepada orang yang tidak percaya karena dikatakan di sini bahwa Allah akan menghakimi orang-orang kaya ini. Kita berasumsi bahwa Allah tidak menghakimi orang-orang Kristen jadi setiap ayat yang berbicara tentang penghakiman dianggap ditujukan kepada orang yang tidak percaya. Bukankah pemahaman Anda seperti itu? Dalam pembahasan surat Yakobus berikutnya nanti, kita akan sama-sama melihat apakah anggapan ini sejalan dengan ajaran Alkitab.

Kalau kita benar ingin mendapat manfaat dari firman Tuhan, pertama-tama kita harus membiarkan firmannya itu menerangi hati kita. Membaca firman dengan membawa anggapan bahwa target firman itu terbagi-bagi tidak akan memberi manfaat apa-apa buat kita. Saya yakin sepenuhnya bahwa firman yang disampaikan oleh Yakobus ini ditujukan kepada gereja. Selain alasan-alasan yang sudah saya kemukakan sebelumnya, kita juga telah melihat di dalam Yakobus pasal 2 bahwa jemaat memiliki kecenderungan untuk mengejar kekayaan. Kita bisa melihat banyaknya masalah yang ditimbulkan oleh kekayaan ke dalam gereja. Di dalam 1 Korintus kita juga melihat persoalan, yang diungkap oleh rasul Paulus, yang ditimbulkan oleh orang-orang Kristen yang di Korintus terhadap gereja. Oleh karenanya, kita tidak boleh terlalu cepat beranggapan bahwa semua itu adalah masalah orang-orang yag tidak percaya. Pokok yang kita bahas ini adalah masalah kekayaan, entah Anda Kristen atau bukan.

Pertama-tama, kita lihat bahwa Yakobus menyebut tentang 4 dosa orang-orang kaya di dalam ayat 1-6: dosa yang pertama ada di ayat 3, bahwa mereka hanya peduli pada urusn menimbun kekayaan; dosa kedua ada di ayat 4, bahwa mereka menahan atau menekan upah para pekerjanya; dosa ketiga ada di ayat 5, bahwa mereka menceburkan diri pada kesenangan duniawi; dosa keenam ada di ayat 6, bahwa mereka membunuh orang-orang benar. Walaupun Yakobus menguraikannya menjadi 4 macam dosa, namun semua itu memiliki akar yang sama, yaitu keserakahan. Semua dosa itu adalah hasil dari keserakahan.

Jika Anda mengerti bahasa Yunani, Anda akan tahu bahwa ungkapan 'mengumpulkan harta' di ayat 3 itu adalah kata kerja yang berarti 'menyimpan (save)' atau' mengumpulkan (gather); pada umumnya, benda yang kita simpan adalah harta yang berharga, jadi kata benda untuk ungkapan tersebut bermakna 'harta (treasure)'. Apakah arti dari 'mengumpulkan' itu? Maknanya adalah menimbun sisa yang lebih, entah berupa hasil panen, pakaian, emas maupun perak. Kelebihan itu ditimbun dan disimpan. Itulah awal dari keserakahan. Mengapa saya berkata sedemikian? Karena dengan kelebihan tersebut, kita bukan menyalurkan kepada orang yang membutuhkannya; kita justru menimbunnya sampai menjadi rusak atau buruk. Kita tidak mau berbagi dengan orang-orang lain yang benar benar membutuhkannya.

Jika Anda ingin menimbun kekayaan untuk kepentingan pribadi, secara alamiah Anda akan tergerak untuk membuat perencanaan sesuai dengan kepentingan Anda dalam berbagai aspek. Sekalipun Anda berhutang kepada orang lain, hal itu tidak meresahkan hati Anda karena yang penting adalah uang Anda semakin bertambah. Itulah sebabnya di ayat 4, Yakobus berkata bahwa orang-orang kaya itu sering berhutang upah kepada para pekerjanya. Ini bukan karena mereka tak punya uang untuk membayar upah. Yang mereka pikirkan hanya bagaimana cara untuk terus bisa memperbanyak jumlah uang mereka. Berhutang upah pada para pekerja atau mempertaruhkan kesejahteraan pekerja, adalah taktik yang lazim dipakai orang-orang kaya dalam menambah kekayaan mereka.

Setelah menimbun kekayaan, tentunya Anda akan berfoya-foya menikmatinya. Orang yang terus-menerus hidup dalam keserakahan dan berkubang dalam kesenangan jasmani, secara alami mereka menjadi tidak takut kepada Allah, mereka juga tidak peduli pada kebenaran; lagi pula, bukankah uang yang membuat segala sesuatu menjadi lancar? Mereka bahkan tidak akan takut untuk menghukum orang benar.

Justru karena sangat seringnya masalah keserakahan ini terjadi, maka Alkitab sering memperingatkan kita untuk tidak mencintai uang. Jika Anda telusuri isi PB, Anda akan dapati bahwa ajaran PB tentang kekayaan itu selalu bersifat pesimis. Tak hentinya Alkitab memperingatkan kita kalau kita ingin mengasihi Allah maka kita tidak boleh mencintai uang. Mari kita baca Matius 6:24. Yesus telah memperingatkan para murid sejak awal pengajaran-nya bahwa mereka perlu membuat pilihan yang tegas antara Allah dan uang, karena kita tak bisa memilih keduanya sekaligus. Orang yang mengasihi kekayaan tak bisa menjadi orang Kristen karena dia hanya punya satu hati dan dia tak bisa melayani dua majikan sekaligus dalam waktu yang bersamaan.

Di dalam Lukas 18:24-25, Yesus juga berkata bahwa sangatlah sukar bagi seorang kaya untuk bisa masuk ke dalam kerajaan Allah. Bagi orang kaya, uang adalah hal yang paling berharga buat mereka, sangat sukar bagi mereka untuk melepaskan berhala yang satu ini dan berpaling kepada Allah. Di dalam 1 Timotius 6:9-10, Paulus juga memperingatkan Timotius bahwa cinta uang adalah akar dari segala kejahatan. Banyak orang yang meninggalkan kebenaran karena mereka mencintai uang. Mereka campakkan agama dan Tuhan demi uang. Perhatikan bahwa di surat ini Paulus berbicara kepada Timotius. Bahkan kepada seorang hamba Allah saja Paulus tetap memperingatkan untuk menjaga jarak dari kekayaan, apalagi terhadap jemaat awam?

Itulah sebabnya mengapa tadi saya katakan bahwa ucapan dari rasul Yakobus ini ditujukan kepada gereja. Alkitab tanpa henti menyuruh orang Kristen untuk menjauh dari kecintaan terhadap uang. Dalam kehidupan kita sehari-hari - di tengah gereja - ada banyak orang Kristen yang mencintai keduniawian dan mamon. Di dalam pasal 2 dari kitab Yakobus, kita telah melihat masalah sikap berat sebelah dalam menangani jemaat kaya dan miskin di gereja. Kalau Anda tidak mencintai uang, lalu mengapa terjadi sikap yang berat sebelah dalam menangani jemaat yang kaya dan yang miskin? Kemunculan sikap yang berat sebelah itu mencerminkan adanya keserakahan dalam diri kita.

Selanjutnya, saya akan membahas masalah penimbunan kekayaan. Di dalam Yak 5:3, rasul Yakobus mengecam orang-orang kaya yang hanya tahu menimbun kekayaan saja. Tadi sudah saya sebutkan bahwa kata 'mengumpulkan harta' itu dalam bahasa Yunaninya berasal dari kata kerja yang berarti 'menabung (saving)'. Dalam bentuk kata benda, maka maknanya adalah 'harta (treasure)' atau 'khazanah (treasury)', yang bisa kita samakan dengan rekening di bank. Apakah manfaat dari simpanan di bank? Untuk menyimpan kelebihan uang yang kita memilki, agar bisa dipakai pada saat memerlukannya.

Apakah menabung itu sesuatu kebiasaan yang baik atau buruk? Bagaimana Alkitab menyikapi masalah tabungan ini?

Mari kita baca Mat 6:19-20. Yesus dengan jelas memerintahkan para murid untuk tidak mengumpulkan harta di bumi, melainkan mengumpulkannya di surga. Apa itu artinya? Mat 19-21. Yesus menyuruh orang muda yang kaya untuk menjual semua hartanya dan memberikan hasil penjualan itu kepada orang miskin, maka ia akan menikmati harta di surga. Apakah arti dari menjual semua hartanya? Tentu saja itu berarti menjual harta yang Anda timbun. Di dalam Lukas 12:22, Yesus memperingatkan para murid untuk menjual segala hartanya dan membagi hasilnya kepada orang miskin. Saya rasa, Anda akan langsung tidak suka membaca ayat-ayat ini, akan tetapi itu semua adalah perintah Yesus kepada kita.

Mari kita baca lagi Lukas 12:21. Yesus berkata di dalam perumpamaan ini, memberitahu kita bahwa orang yang menimbun harta di bumi adalah orang bodoh. Dari ayat-ayat tersebut, kita bisa sampai pada kesimpulan, yakni Alkitab menyuruh kita tidak menimbun harta di bumi. Apakah Anda suka dengan kesimpulan ini? Kita sering mendengar bagaimana orang-orang tua mengajari kita bahwa menabung adalah kebiasaan yang baik. Frase ini memang tidak salah. Kita memang harus belajar untuk menghargai apa yang ada dan tidak menyia-nyiakan segala sesuatu. Akan tetapi, kita harus membedakan antara hemat dengan serakah. Yang kita timbun itu adalah kelebihan dari harta dan kita tidak ingin berbagi dengan orang-orang yang kekurangan. Sebaliknya, kita justru menimbunnya. Rasul Yakobus berkata di dalam 4:2-3 bahwa sebagian orang menimbun berbagai macam barang sampai membusuk dan dimakan ulat. Itu akan menjadi bukti dari dosa yang akan dituduhkan kepada kita.

Hal apakah yang sedang saya sampaikan? Saya ingin memberitahu setiap orang bahwa Akitab menentang perilaku kita menimbun harta karena Akitab tahu bahwa tindakan menimbun itu hanya memuaskan keserakahan kita yang nantinya membuat kita tidak bisa masuk ke dalam kerajaan Allah. Anda mungkin berkata, "Apakah saya tidak boleh membuat perencanaan untuk masa depan?" Tentu saja kita harus membuat rencana masa depan kita. Bukankah itu hal yang disampaikan oleh Yesus? Kita harus mengumpulkan harta yang tidak akan busuk di surga. Apakah ini bukan perencanaan untuk masa depan? Apakah ini masa depan yang Anda maksudkan? Kelihatannya bukan. Orang yang hanya mengurusi hal menimbun harta di bumi tidak akan peduli pada hal-hal yang kekal. Jika mereka memang peduli pada hal-hal yang kekal, maka mereka pasti sudah bertindak sesuai dengan perintah Yesus.

Saat kita membaca Yak 5:1-6, kita tidak boleh gegabah menghakimi orang-orang kaya. Sebenarnya, kita juga tidak berbeda dengan mereka. Banyak orang Kristen yang juga ingin menimbun harta di bumi. Demi memperkaya diri, mereka melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hati nurani. Sebagai contoh: dusta, penggelapan pajak, pencurian aset perusahaan dsb, supaya mereka bisa memperkaya diri. Semua ini dimotivasi oleh keserakahan kita.

Dampak dari mengumpulkan harta di bumi adalah bahwa kita akan mendasarkan jaminan rasa aman kita pada harta duniawi dan iman kita kepada Allah akan semakin berkurang, karena kita semakin bergantung kepada kekayaan yang kita miliki di bumi, apakah kita masih perlu untuk percaya kepada Allah? Banyak orang Kristen, demi menimbun harta untuk jaminan masa depan, sampai mencurahkan segenap waktu dan tenaga bekerja keras memperbesar penghasilan mereka. Mereka tak punya waktu untuk Allah. Yesus menyuruh kita untuk mencari dahulu Kerajaan Allah dan Kebenarannya namun firman tersebut semakin diabaikan. Yang kita pedulikan serta kita kejar adalah rasa aman dan kekayaan duniawi.

Yesus berkata bahwa kalau kita mencari kerajaan-Nya dan kebenaran lebih dahulu, maka hal-hal yang kita butuhkan sehari-hari akan disediakan bagi kita. Bagaimana kita bisa tahu bahwa hal ini benar? Kalau Anda punya banyak kekayaan di bumi, tentu saja anda tidak akan mengalami realitas dari firman tersebut. Malahan, Anda tidak perlu mengalami realitas firman tersebut karena Anda sudah memiliki segalanya.

Saya pernah diundang berkhotbah disebuah gereja di kota lain dan saya menerima undangan mereka. Agar bisa berangkat ke kota tersebut, saya menabung untuk biaya perjalanan nanti. Seminggu sebelum berangkat, saya mendengarkan kesaksian seorang saudara seiman dan mengetahui bahwa dia sedang menghadapi masalah keuangan. Pada saat itu, ada semacam dorongan di hati saya, sepertinya Allah meminta saya untuk memberikan uang tabungan perjalanan saya itu kepada dia. Akan tetapi, saat itu saya juga kuatir sebab tanpa tabungan tersebut, berarti saya tidak bisa berkhotbah di gereja tersebut. Tentunya saya tidak bisa berkata kepada mereka bahwa saya tidak jadi datang karena tidak punya uang untuk perjalanan. Setelah mengalami pergumulan, akhirnya saya berikan uang tabungan perjalanan itu secara diam-diam kepadanya. Sedangkan biaya untuk perjalanan nanti, saya berserah kepada Tuhan saja. Rancangan Tuhan sungguh ajaib. Beberapa hari sebelum saya berangkat, seorang saudara seiman dari dari gereja lain memberi saya surat, sambil berkata ada sesorang dari gerejanya yang ingin memberikan persembahan. Saat amplop itu saya buka, saya mendapati uang dalam jumlah yang cukup untuk biaya perjalanan. Ini adalah kejadian yang sangat luar biasa. Pertama, pengaturan waktunya sesuai dengan kebutuhan saya; kedua, persembahan ini di berikan oleh orang dari gereja lain yang tidak tahu menahu tentang kebutuhan saya.

Dari sini kita bisa mengidentifikasikan diri dengan Firman Tuhan: Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semua itu akan ditambahkan kepadamu. Mereka yang memilih untuk taat kepada Firman Tuhan dan tidak menimbun harta mendapat berkat dan mampu mengalami realitas Tuhan.

sumber: http://www.cahayapengharapan.org

0 komentar:

Posting Komentar