Komisi Pelayanan Pemuda dan Mahasiswa (KPPM) Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Jemaat Dawarblandong

Musik Gereja: Sejarah dan Dinamikanya

Abstraction:
Christian Music is music that has been written to express either personal or a communal belief regarding Christian life and faith. Common themes of Christian music include praise, worship and lamentation, and it forms vary widely accros the world.

Musik dan Manusia
Musik tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam peradapan tertua seperti Yunani atau Mesir telah merekam adanya seni yang disebut musik. Bangsa-bangsa kuno itu menggunakan musik untuk berbagai kesempatan, diantaranya adalah untuk pesta-pesta bangsawan dan juga dalam ritual keagamaan. Musik yang digunakan dalam ritual keagamaan berkembang pesat dalam kehidupan bangsa kuno, bahkan orang Yunani menyebut bahwa musik berasal dari kemurahan dewa pada manusia.

Dalam era modern inipun, kita mengakui bahwa musik tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Dapat dikatakan bahwa musik memenuhi kebutuhan manusia, baik secara sosial, budaya dan juga religiositasnya. Dewasa ini para ahli telah menyimpulkan bahwa musik jenis tertentu dapat mengoptimalkan perkembangan sel otak pada janin dalam kandungan dan meningkatkan kecerdasan bayi. Musik kini juga telah menjadi industri raksasa yang menggiurkan. Kita bisa lihat betapa banyak artis-artis negri ini yang meskipun musikalitasnya tak terlalu tinggi menyebut diri sebagai penyanyi, atau lihat saja betapa gemerlapnya panggung-panggung talentshow yang menjadi ajang pintas untuk berkibar di industri musik.

Uniknya, efek dari musik tidak hanya dirasakan oleh manusia saja, melainkan juga oleh makhluk hidup yang lainnya. Di Belanda terdapat dua macam daging sapi yang harganya berbeda jauh. Sepintas sih dagingnya sama, beratnya sama, sama-sama segar dan sama-sama sapi Belanda! Tapi, harganya… langit-bumi. Apa yang membedakan..?? ternyata itu karena semasa hidupnya daging sapi tadi bahagia. Ya…bahagia! Karena mendiang sapi itu diperbolehkan berjalan-jalan di padang, makan rumput segar dan mendengar musik tiap hari. Di bagian lain negeri Belanda, terdapat pula tanaman anggrek. Anggrek-anggrek itu ditanam dalam rumah kaca sehingga mendapat suhu dan panas yang sesuai. Tanaman anggrek disana angat cantik dan segar, ternyata salah satu rahasia perawatan bunganya adalah musik… Ya… musik diputar sehari dua kali dalam rumah kaca itu, dan bunga anggrekpun semakin subur.

Demikian kita tahu bahwa dari melanya, musik mewarnai hidup manusia juga hewan dan tanaman. Musik adalah sarana pengungkapan emosi manusia yang menyangkut rasa; dan ide yang menyangkut pikir. Dengan ini dapat dicapai sebuah perimbangan antara sisi efektif dan kognitif manusia. Musik yang tumbuh dan berkembang seiring dengan peradaban manusia tidak bisa tidak dipengaruhi oleh konteks (letak geografis, budaya, sosiologi, nilai-nilai relijius) dimana seni musik itu dicipta.

Musik dan Ibadah Kristiani
Sebagai sebuah komunitas kehidupan yang berpusat pada Kristus, Gereja juga melakukan seni. Kebanyakan seni itu dimanifestasikan dalam ibadah. Ibadah adalah salah satu cara jemaat untuk berhubungan dengan Sang Khalik secara dramatis-simbolis, kemudian terwujudlah liturgi. Dalam tulisannya, Sumardiyono menyatakan bahwa Ibadah di GKJW identik dengan pisowanan . Jadi dapat disimpulkan bahwa liturgi bukan sekedar susunan acara atau urut-urutan lagu dalam ibadah, melainkan sebuah bentuk dialog antara manusia dengan Khaliknya. Musik sebagai salah satu mata liturgi menyatu dengan keseluruhan liturgi ibadah dan juga kondisi batin jemaat. Dalam sebuah ibadah, musik berfungsi melayani -bukan sebagai entertament. Tidak ada yang ditonton dan menonton dalam sebuah ibadah, karena pelayan mimbar, pelayan musik dan warga jemaat sama-sama tunduk dihadapan Tuhan, sama-sama memiliki kerinduan untuk bertemu Tuhan.
Penggunaan musik ibadah telah dimilai sejak jaman Alkitab, ada baiknya jika kita membahas dengan singkat dalam bagian ini.
a. Musik dalam Perjanjian Lama
Dalam perjanjian lama kita bisa melihat bahwa musik vokal dan instrumental sangat penting dalam ibadah orang Yahudi. Kata ‘musik’ pertama-tama disebutkan dalam Kej 4:21, dimana Yubal disebutkan sebagai “bapa semua orang yang memainkan kecapi dan suling”. Saat Daud menjadi raja atas Israel, ia menempatkan kemah suci di Kota Yerusalem. Sesuai dengan tradisi Perjanjian Lama, suku Lewi ditunjuk menjadi pelayan di Bait Allah. Suku Lewi harus mengatur pembagian tugas agar ibadah-ibadah dapat berjalan dengan lancar, dan salah satu kelompok pelayan ibadat adalah kelompok musik ( I Taw 6:31-32; I Taw 23:5;25:1-8). Yosephus (seorang sejarawan Yahudi) mencatat bahwa ada 200 ribu peniup terompet dan 200 ribu penyanyi berjubah putih yang dilatih untuk ikut serta dalam ibadah. Nampaknya kelompok ini bukan kelompok sembarangan, namun kelompok yang serius dalam menjalankan tugasnya ( I Taw 25:7, “…mereka sekalian adalah ahli seni”). Puji-pujian yang dinaikkan oleh kelompok ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan ibadah ( I Taw 6:31). Beberapa bagian Perjanjian Lama ini menyiratkan bahwa puji-pujian harus disiapkan dengan baik, bukan hanya masalah teknis seperti kualitas vokal dan penampilan namun juga suasana hati parapelayan musiknya. Dalam hal ini kita juga dapat melihat sebuah kontekstualisasi dari penggunaan musik dan nyanyian. Alat musik dan nyanyian yang tadinya dikenal sebagai pelengkap pesta, foya-foya dan pemujaan berhala oleh bangsa lain kemudian ditransformasi bagi kemuliaan ALLAH oleh bangsa Israel.
b. Musik dalam Perjanjian Baru – Era Klasik
Sulit untuk menemukan bagian Perjanjian Baru yang eksplisit menyebut musik atau nyanyian. Namun ada bagian yang menggambarkan bahwa dalam Perjanjian Barupun ada musik dan nyanyian. Misalnya dalam Injil: Nyanyian Maria (magnificat), Nyanyian Zakharia (benediktus), Nyanyian Simeon (Nunc Dimitti) dan Tuhan Yesuspun menyanyi (Matius 26:30). Sedang dalam bagian surat-surat antara lain: I Kor 14:15-17; Efesus 5:19 dan Kolose 3:16. Dari keterangan tersebut, kita dapat mengetahui bahwa paling tidak sudah dikenal 3 macam nyanyian dalam Perjanjian Baru, yaitu: Mazmur (berisi lagu-lagu dari Kitab Mazmur), Kidung Pujian (syair lagu yang berisi tentang pengajaran dan pengakuan iman) dan Nyanyian Rohani (berisi syair-syair pendek yang merupakan ungkapan hati yang khas, exp: haleluya, amin).
Pada jaman itu kegiatan bermusik Jemaat mula-mula dilarang keras, nyanyian di Sinagoge dianggap meresahkan keadaan politik dan keagamaan di Roma. Namun, setelah Kaisar Konstantin berkuasa di Roma, ia memberikan kebebasan beribadah kepada orang-orang Kristen. Pada kesempatan inilah Jemaat mula-mula mengembangkan pola ibadah, liturgi dan nyanyian. Dan kemudian kita mengenaldua tokoh besar yang mengembangkan liturgi dan hymn , Ambrosius (333-397) dan Gregorius Agung (590-604). Nyanyian yang diciptakan oleh kedua tokoh ini sangat mempengaruhi perkembangan musik gerejawi barat dalam jaman-jaman setelahnya. Jaman ini belum ada sistem notasi (harga not, birama, irama, tempo, dll), namun penyampaian makna relijius lebih diutamakan. Bahkan saat itu tidak ada pemanfaatan alat musik dalam ibadah, baru menjelang tahun 1000 nyanyian diterjemahkan dalam sistem notasi balok dan kemudian terus berkembang dari abad XIII-XV. Dari era ini sampai abad pertengahan, alat musik khas Romawi (organ) tidak diperkenankan masuk dalam ibadah Kristiani. Hal ini disebabkan dari perilaku Kaisar Nero yang seringkali membantai orang Kristen dengan iringan organ. Tarian dursila dan pesta pora juga diiringi organ. Pendeknya organ ditolak karena identik dengan dunia sekuler. Namun kini kita tahu bersama bahwa organ menjadi alat musik utama dalam nyanyian Jemaat. Dari perkembangan ini kita bisa melihat bahwa musik gereja senantiasa berjalan dinamis. Pada dasarnya bukan alat atau jenis musiknya yang jahat atau tidak pantas masuk ke dalam gereja, melainkan bagaimana manusianya menggunakan musik itu.
Demikianlah jemaat mula-mula telah hidup dalam pola musik yang kontemporer dan kontekstual.

Dari bahasan di atas, kita dapat belajar mengenai keterbukaan komunitas beriman di Alkitab dalam mentransformasikan musik gereja yang kontekstual. Dari jaman Daud yang dalam mentransformasi seruling dan kecapi, dari alat musik yang biasa digunakan untuk pesta dan penyembahan berhala menjadi alat musik yang memuliakan Allah. Kemudian perkembangan nyanyian gereja yang awalnya hanya Mazmur, berkembang menjadi Hymn. Komunitas beriman ini bersedia menerima dan mengadopsi budaya yang ada menjadi bagian yang integral dalam ibadah. Sekali lagi, tidak ada alat atau aliran musik yang jahat atau jelek pada dirinya sendiri, melainkan bagaimana manusia menggunakan musik itu.

Musik Gereja Kontekstual

Dalam perkembangan musik gereja, ada ketegangan antara tuntutan keaslian dan tuntutan kontekstual. Sebagian orang berpendapat bahwa lagu-lagu hymn (seperti yang banyak terdapat dalam KJ dan KPK) sedapat mungkin dinyanyikan sesuai dengan maksud penciptanya. Namun sebagian orang lain memahami dari hakekat/inti pesan lagu. Dengan inti pesan yang sama, sebuah lagu dapat dinyanyikan dalam situasi yang baru. Kedua pandangan ini menggambarkan betapa majemuknya cara warga jemaat menyikapi warna musik gereja, Sumardiyono mengutip:

Penghakiman dalam Gereja tak kalah menarik ketika jemaat atau pemandu pujian atau pengiring ibadah dianggap salah membaca notasi. Pementingan segi kognitif yang mencakup teori nyanyian menjadi pengagungan terhadap Kidung Jemaat. Hymn tidaklah seperti Alkitab yang perlu kanonisasi dan ditetapkan seperti Alkitab yang tidak boeh diubah, dikurangi atau ditambah. Nyanyian dalam jemaat haruslah terus bergerak seiring dengan perkembangan jaman dalam konteksnya sehingga terjadi kontekstualisasi liturgi dan nyanyian… Sebuah karya selalu diciptakan dalam konteks… Sehingga nyanyianpun kental dengan nuansa ‘budaya’ dimana ia berada.

Hal ini menunjukkan bahwa memang penting bernyanyi sesuai dengan maksud dan konteks penciptanya, tapi hal ini tidak berarti bahwa kita mengkultuskan budaya barat abad XIII-XV, padahal kini kita hidup dalam abad XXI yang memiliki konteks dan pergumulan yang khas. Sebuah lagu yang telah menjalani proses kontekstualisasi, akan lebih berarti bagi jemaat daripada lagu terkenal yang tak dapat dimengerti pola musik dan isi lagunya.

Sebagai pemuda GKJW yang memiliki kompleksitas rasa musikalitas tinggi dan beranekaragam, tidak ada salahnya jika setiap kita berusaha untuk menghayati iman dengan cara menggali lagu-lagu hymn dengan suasana kekinian. Sama seperti Daud yang tidak akan marah saat Ambrosius atau Gregorius mengubah Mazmur untuk menciptakan lagu baru. Setiap orang percaya (utamanya generasi muda) memiliki kesempatan untuk mengekspresikan imannya, dan itu bukan hal yang salah. Memang perlu ada batasan-batasan bagi generasi muda untuk mengekspresikan iman melalui lagu, yaitu pemaknaan dan penghayatan lagu. Dengan tidak mengesampingkan teori musik (harga not, birama, tempo, irama dan musical sign), pemaknaan terhadap konteks dan isi lagu. Contoh KJ 53 (Tuhan Allah tlah Berfirman) adalah lagu tradisional Israel yang cocok dinyanyikan dengan iringan musik “padang pasir”. Namun KJ 454 (Indahnya Saat yang Teduh) tidak pantas diiringi dengan musik bertempo cepat atau musik rock.
Tidak ada aliran musik yang lebih benar, lebih rohani atau lebih ngristeni, semua jenis musik akan menjadi indah di mata Tuhan jika kita menaikkannya bukan untuk kemuliaan diri sendiri, namun hanya bagi Allah. Pelayan musik menjadi sangat penting karena jemaat perlu ditolong untuk bisa mendalami bagian dialognya dengan Allah.
Selamat bermusik, selamat berdialog dengan Allah… (Rhe)

Sumber: Pembekalan Musik Gerejawi KPPMD Surabaya Barat
GKJW Bongsorejo, 07-08 Agustus 2010

0 komentar:

Posting Komentar